Minggu, 15 Mei 2011

Ketika Mencintai Lebih Mudah Daripada Dicintai

Sungguh keadaan yang sangat berbeda sekali apabila kita mampu mencintai dan hanya dicintai. Perasaan yang sangat bertolak belakang satu dengan yang lainnya.

Mungkin sebagian besar mengatakan bahwa “enak ya kalo kita dicintai, ga perlu repot-repot sudah ada yang suka sama kita”. Tapi apakah kita tahu makna dibalik itu semua?  Keadaan dicintai membuat kita menjadi seenaknya sendiri dengan orang yang mencintai kita. Kita bak ratu dan orang yang mencintai kita adalah prajurit yang selalu meng’iya’kan apa yang sang Ratu minta. Dan dengan entengnya kita mengatakan: “Ya udah kalo ga mau, ga pa pa ko kita putus, toh aku juga masih bisa hidup tanpamu.” Sungguh ironis hal ini.

Apa yang kita lakukan saat mencintai seseorang? Rasa kagum yang luar biasa tanpa alasan yang jelas dan tak mampu diungkapkan kata-kata serta tak dapat terpecahkan apa penyebab ini semua. Rasa sayang yang membumbung tinggi diimbangi dengan rasa tak ingin kehilangan setiap detiknya, tak ingin jauh dan selalu bersama. Apapun akan dilakukan untuk bisa membahagiakan hatinya. Apapun untuknya. Salah pun terabaikan. Hingga lupa dengan harga dirinya.

Pernahkah terbayang bagaimana bila seseorang ditempatkan pada satu kenyataan hidup, yang mengharuskan dia menjadi sang pencinta lalu sang dicinta?, sungguh bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Mentransformasikan perasaanya untuk bisa mencintai orang yang mencintainya bukan perkara mudah seperti membalikan telapak tangan. Ketika sang dicinta harus mencari apa yang bisa dicintai dari sang pencintanya. Hal ini sungguh terbalik ketika dia dalam posisi mencintai, dimana perasaan sayang yang otomatis datang pada dirinya. Tapi sekarang dia harus belajar apa itu cinta. Dia juga harus belajar bagaimana membalas cinta orang yang mencintainya. Dan bagaimana menghapus total rasa cinta yang pernah dia rasakan kepada orang lain.

Pepatah Jawa mengatakan “Tresno jalaran soko kulino”. Tak sepenuhnya salah dengan pepatah ini, tapi memang dibutuhkan waktu yang lama untuk bisa mencintai orang yang mencintai kita. Hingga pertanyaan lain menyusul “Sampai kapan waktu itu tiba?”. Satu tahun? Dua tahun? Tiga tahun apa empat tahun?

Walaupun sebenarnya, hakekat mencintai dan menyayangi seseorang yang sebenarnya hanyalah sebuah ilusi dimana kita berharap bahwa  kebutuhan pribadi kita akan cinta dan kasih sayang dipenuhi oleh orang yang kita cintai. Tapi kita butuh cinta itu.


(Renungan pagi, Senin 16 Mei 2011, 07.06)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar