Jumat, 29 Juli 2011

Belajar Saat Kehilangan

“Baru aku tahu cinta itu apa, setelah kau bukan milikku..”
“Baru aku tahu sakit itu apa setelah kau hapus cintaku, yang dulu ada dalam hatiku..”

Petikan dua kalimat lirik lagu diatas sekiranya sudah jelas menggambarkan perasaanku saat itu.  Dhila, seorang anak yang keras kepala dan semaunya sendiri yang menganggap bahwa dia akan bisa baik-baik saja jika memutuskan hubungan dengan pacar yang telah menemaninya tiga tahun ini, ternyata…???

Semua diluar prediksiku..!!
Aku rapuh,, aku lunglai..

Saat itu memang saat titik puncak kejenuhanku. Dimasa liburan panjang seperti sekarang ini, banyak perhatianku yang tercurah untuk keluarga dan “dunia pribadiku”. Hal ini lah yang mengakibatkan aku terhanyut dan melupakan keberadaannya.

SMS datang kuabaikan,, telpon menjerit minta diangkat kubiarkan. Padahal pada saat itu aku tahu, dan bahkan kusengaja untuk tidak memberikan sedikitpun respon untuk teriakan HP ku.

“Aku sudah tak sanggup lagi berubah,, aku capek,, bagaimana kalau hubungan kita sampai disini saja.”

Ya itu lah kata yang meluncur dengan lancarnya dari mulut ini. Begitu spontan dan tanpa pikir panjang. Saat itu aku begitu yakin mampu berdiri tegar tanpanya. Hidupku akan baik-baik saja tanpanya.

Tapi apa yang terjadi????

Setelah tawaran untuk “break” dahulu sebagai alternative penyelamatan hubungan ini disepakati, hati ku berkata lain. Memang pada malam itu aku merasakan “sedang jatuh cinta” pada nya,, tapi sepertinya dia lelah dengan perubahan yang terjadi pada ku,, kadang “iya” kadang “tidak” seenaknya sendiri. Dan aku pun membuka hati ku lebar-lebar saat keputusan ini tetap diambil. Dengan niat Bismillahirohmanirokhim,,kami no contact saat telepon ditutup dan akan berhubungan kembali setelah 30 hari kemudian.

Ya Allah,, ternyata berat menjalani ini semua. Kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging selama tiga tahun harus kuubah dalam waktu singkat. Sungguh diluar kuasaku.

Hari pertama. adalah hari yang terberat. Aku hanya “mengintip dunianya” dari balik akun pribadinya. Aku ingin tahu sedang apa dia disana. Saat itu entah berapa kali aku membuka dan menutup saluran internetku hanya untuk “menyintipnya” dalam waktu yang berbeda. Saat itu aku benar-benar seperti orang linglung. Memang aku tidak menampakkan kelinglunganku di hadapan keluargaku, aku hanya menyimpannya di dalam hati. Pikiranku kacau balau gara-gara ini. Aku berusaha untuk tidak memikirkan hal ini, aku berusaha untuk membohongi diriku sendiri, dan ternyata GAGAL..!!

Hari kedua. Memang lebih sedikit bisa beradaptasi daripada hari pertama, tapi hanya SEDIKIT. Pikiran masih melayang-layang entah kemana. Semua aktivitas saat itu kujalani dengan perasaan yang serba tidak tenang. Dan air mata pun mengalir saat menjelang tidur malam.

Hari ketiga. Sungguh ku sudah tak sanggup lagi terkacaukan pikiran gara-gara masalah ini. Saat tengah siang hari, kuputuskan untuk menelponnya, mengakhiri program siksaan batin ini. Ku sudah lelah dengan kebohongan yang kubuat sendiri. Berlagak sok tegar padahal rapuh. Berlagak sok ga butuh padahal butuh. Dan berlagak sok ga sayang padahal sayang.

Ya,, saat itulah program yang kami rencanakan 30 hari hanya bertahan 3 hari. Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari 3 hari ini.

3 hari yang sudah cukup “gila” dengan perasaan, “gila dengan emosi”, dan “gila” air mata.

Dan aku sadar sekarang, ternyata AKU SAYANG KEPADANYA.. :) :) :)

1 komentar: