Jumat, 03 Desember 2010

Tuhan... Hentikan waktu.. Ku ingin hari ini tak berakhir..

Entah ku harus bahagia atau bersedih ketika mendengar kabar kalau Ayah di angkat menjadi wakil kepala di tempat kerjanya, sehingga beliau harus bertugas di Surabaya. Aku bangga kepada Ayah. Ayah lah yang membawa perubahan dalam hidup ku. Perjuangannya karirnya yang memang dari bawah menginspirasiku untuk mampu seperti beliau. Lulus 3,5 tahun dari Universitas Brawijaya dengan IPK 3,4 sungguh membuatku bangga. Liku-liku menjadi PNS di Blitar yang mengharuskan kami tinggal di rumah kontrakan yang sempit tanpa halaman yang berhias bunga. Makan kami pun seadanya, kadang hanya nasi dan tempe. Tak ada mobil yang terpakir seperti di halaman rumah kami sekarang. Dulu Ayah mengantarkan ku sekolah dengan sepeda kumbang yang sudah usang. Melihat keadaan yang seperti ini, Ibu berusaha untuk melamar pekerjaan menjadi tenaga pengajar di salah satu SMP di Blitar. Alhamdulillah ibu di terima. Gaji Ibu Alhamdulillah bisa membantu untuk tambahan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dua tahun kami tinggal di Blitar dengan kondisi yang sangat pas-pasan.
Ayah dipindah tugaskan ke Pacitan. Jarak-Ponorogo Pacitan yang tidak terlalu jauh, membuat kami pindah ke kota asal kami, Ponorogo. Di ponorogo, kami tinggal dengan nenek. Kondisi keuangan yang masih kacau balau, membuat keluarga kami belum mampu membangun rumah, alhasil kami tinggal di rumah nenek sampai kelas SMP.
Dalam kondisi yang pas-pasan, ternyata Ayah mampu menyisihkan sedikit demi sedikit gajinya untuk bisa membangun rumah di dekat rumah nenek. Nenek memberikan sepetak tanahnya untuk mendirikan rumah kami. Pembangunan rumah kami membutuhkan waktu yang lama, hampir tahun untuk membuatnya menjadi seperti sekarang.
Tuhan memang maha adil, tak mungkin membiarkan umat-Nya dalam kondisi di bawah terus, Roda terus berputar. Kinerja Ayah di Pacitan semakin meningkat, Beliau di pindah tugaskan di Blitar (lagi) sebagai Humas supaya bisa meningkatkan kemapuannya. Baru satu tahun bekerja di Blitar, Ayah mendapat amanat untuk mengikuti seleksi pegawai di mahkamah agung. Beliau menjadi salah satu dari dua wakil Jawa Timur. Dan menjadi peserta termuda dalam seleksi itu. Rasa bangga itu semakin besar kepada Ayah.
Mungkin memang bukan jalan Ayah untuk bekerja di Jakarta. Ayah di pindah tugaskan di Surabaya menjadi wakil kepala. Sungguh di luar dugaan. Tanggung jawab Ayah semakin besar, beliau harus mampu membawahi semua yang ada di Jawa Timur. Dan kesibukan Ayah semakin bertambah disini. Sekarang Ayah tinggal di rumah dinas dengan sesekali di temani Ibu. Kesibukan Ayah yang padat, sesekali memaksa Ibu untuk tidak mengajar. Ibu mendapat dispensasi khusus dari SMP tempat beliau mengajar. Ibu ikut mendampingi Ayah bila ada kunjungan kerja, pertemuan-pertemuan, dan lain sebagainya. Terkadang kasihan juga melihat Ibu yang harus bolak-balik Surabaya-Ponorogo sendirian dengan travel. Dan sekarang, ibu di rumah sendirian. Dulu masih ada Amel yang menemani, sekarang amel sudah kuliah di Unair. Ingin rasanya aku pulang dan menemani ibu di rumah, tapi keadaan tidak memungkinkan, aku kuliah disini.
Seperti yang telah ku tulis dalam tulisan sebelum ini, kebersamaanku dengan keluarga semakin jarang terjadi. Ayah sibuk dengan tugasnya, Amel sibuk kuliah, dan Ibu sibuk menemani Ayah. Kebersaaan kami ketika di Blitar tergantikan dengan kesepian pada diriku. Memang kondisi keuangan sudah semakin membaik, tapi kebersamaan kami malah semakin menurun. Kami jarang berkumpul dalam satu rumah. Dalam satu meja makan. Dalam satu sofa untuk melihat televisi bersama. Rumah sering kosong tak berpenghuni. Menyatukan jadwal pun semakin sulit.
Ketika lebaran tiba, aku menduga bahwa Ayah akan lama di rumah, tetapi semuanya pupus. Ayah baru bisa pulang ke rumah ketika malam takbir dan sudah harus kembali ke Surabaya pada Lebaran ke-2. Sungguh ku ingin menangis melihat keadaan yang seperti ini. Keinginan terbesar ku adalah berlibur ke Lombok bersama Ayah, Ibu, dan Amel. Tapi entah kapan keinginan ini bisa terwujud.
Kemarin, aku pulang ke rumah. Semua penghuni kost pulang, dan ini yang membuat saya juga ikut pulang. Kejutan besar datang menyambutku di rumah. Semula ku kira akan tinggal di rumah berdua bersama Ibuku, tetapi Tuhan telah memberiku sesuatu yang luar biasa. Ayah dan Amel ternyata pulang ke rumah. Entah apa yang kurasakan, sungguh bahgia yang tak terkira. Enggan ku meninggalkan kebersamaan ini sedetik pun. Ku peluk Ayah, Ibu, dan Amel satu per satu dengan tetesan air mata kebahagiaan.
Tadi malam sungguh kenagan indah yang tak pernah kulupakan. Habis sholat magrib, kami berempat duduk di sofa depan tv saling melepas rindu bersama samapi larut malam. Pagi ini, aku bagun tidur disambut kopi susu hangat buatan Ibu ku tercinta. Kami berempat menyambut pagi di balkon teras atas. Sungguh, aku ingin menangis mengingat kejadian tadi pagi. Senyum ramah Ibu, tawa lepas Ayah, kecentilan amel masih membekas kuat di ingatku. Siang ini (Sabtu, 4 Desember 2010), pukul 12.00 kami akan pergi makan siang bersama di luar. Tak sabar ku menanti pukul 12.00.
Ya Allah,,terimakasih untuk kebahagiaan yang telah Kau berikan kepadaku. Hentikan waktu Ya Robbi.  Aku ingin terus seperti ini. Merasakan kebersaan setiap detik dengan Ayah, Ibu, dan Amel..

1 komentar: