Rabu, 01 September 2010

Ponorogo is dirty city

Ketika semua orang terpukau dengan kesenian reognya yang pernah di klaim negara tetangga, ada yang luput dari pengamatan kita. Kotor sepertinya tepat ditujukan kepada kota peraih adipura beberapa tahun yang lalu ini. Bukan hanya masalah sampah yang bertebaran menghiasi pinggiran jalan protokol dan taman-taman kota, tetapi kotornya usaha yang berdiri di kabupaten yang berbatasan dengan Trenggalek ini.

Banyaknya populasi remaja dibidik oleh para pengusaha untuk mendirikan tempat-tempat yang diprediksi banyak mendatangkan remaja untuk mengunjunginya. Warung-warung internet dan pembangun kafe semakin banyak bak jamur di musim penghujan. Bukan hal yang sulit untuk menemukan warung internet dan kafe di ponorogo. Bisa dikatakan, hampir setiap bulan ada pembukaan warung internet dan kafe baru.

Tetapi yang membuat miris adalah banyaknya warung internet yang bersekat tidak sewajarnya dan hingga hampir menyerupai kamar yang tak berpintu dan juga kafe yang tak menyerupai kafe tetapi banyak kendaraan yang parkir di depannya. Ironoisnya, tempat seperti ini tak pernah sepi dikunjungi pengunjung, dan pengunjung tersebut adalah para remaja yang berpacaran.

Entah siapa yang patut dipersalahkan dengan adanya peristiwa semacam ini. Entah pengusaha atau remajanya. Simbiosis mutualisme adalah kata yang tepat untuk menggambarkan peristiwa ini. Gaya pacaran remaja ponorogo yang semakin “berani” memotivasi para pengusaha untuk mendirikan usahanya dan para pasangan remaja pun memanfaatkan hal ini. Pengusaha untung mendapatkan income yang banyak dan remaja pun untung karena bisa mendapatkan tempat yang “nyaman” untuk melampiaskan nafsu beratasnamakan cinta.

Akankah hal ini dibiarkan begitu saja?

Akan menjadi apa remaja di ponorogo?

1 komentar: